Umumnya kita segera pulang ke rumah usai kesibukan kerja di kantor yang sangat menguras tenaga. Ada juga dikalangan kita yang pulang ke rumah hanya sekedar ganti baju, lalu kembali ke lapangan olah raga, berkumpul dengan teman geng, atau teman-teman perkumpulan. Tak kurang sebagaian dari kita yang pulang dan menyegerakan mandi dan menuju halaman untuk mengurus tanaman atau hewan piaraan kesayangan.
Saat kita pulang, hanya anak-anak terlihat menyambut di pintu. Sementara isteri yang “full time house wife” itu masih melanjutkan kesibukannya yang sangat padat sejak pagi; melipat baju, menyetrika, membersihkan halaman atau mengepel lantai.
Tak nampak ada drama seperti layaknya di sinetron, bagaimana istri menyambut dan menyediakan minuman untuk suaminya, sambil suami merebahkan badan di sofa empuk “italian set” nya.
Bagi isteri yang juga wanita karir, berharap pulang secepatnya. Sepanjang perjalanan berharap agar badan segera berada di depan pintu. Namun ketika tiba di rumah, masing-masing ternyata masih juga dengan urusannya sendiri. Alangkah ruginya kita menpunyai pasangan yang halal tetapi hubungan kita seperti “bukan muhrim“, seolah bukan suami-istri.
Sudah lebih delapan jam lamanya kita meninggalkan rumah dan sibuk berjibaku dengan urusan kantor, masih pula ditambah dengan hubungan yang hambar di rumah. Tentu tak ada yang kita nikmati keindahan berkeluarga. Sebagaimana kata-kata hikmah yang mengatakan, “Rumahku Syurgaku“.
Mengapa bisa terjadi demikian? Mari kita lihat bersama. Saat masih baru menikah, istri kita selalu menyambut tepat di depan pintu dengan senyum manisnya dan memimpin kita ke kursi bahkan ke bilik tidur. Saat-saat itu, tak lupa ia bercerita banyak hal tentang peristiwa-peristiwa yang dialami sepanjang hari.
Macam-macam ceritanya. Kadang tak terlalu penting untuk kita dengar. Tetapi, saat itu kita dengan rela menyediakan waktu secara seksama mendengarkannya. Bahkan dengan penuh perasaan. Tetapi, kebiasaan seperti itu terjadi ketika masih menikmati awal keindahan pernikahan. Tetapi seiring waktu berlalu, semuanya itu hanya tinggal kenangan.
Wahai suami-suami yang dimuliakan,
Memang kita lebih sibuk dari dia. Boleh jadi kita lebih banyak memikirkan masalah. Bahkan mungkin jauh lebih berat dari dia. Entah urusan masyarakat, politik sampai negara. Memang rasanya malas mendengar ceritanya, apalagi jika itu hanya urusan-urusan kecil.Tetapi, pernahkah kita pikirkan hasilnya jika kita mendengar barang sekejab saja saat kita sampai di rumah?
Bahkan ketika di masa awal pernikahan dulu, di saat kita terbiasa menjadi pendengar yang baik, meluangkan waktu sekedar lima menit untuk mendengar ceritanya, rasanya ada energi yang ia peroleh. Bahkan mengangguk-angguk dan berpura-pura setuju atas semua ceritanya membuat suasana seperti lain. Dia seolah merasakan satu-satunya orang yang beruntung dan paling bergembira hari itu.
Suasana ini otomatis akan berbalas dengan perasaan nyaman baginya. Tentusaja berakibat pada pelayanan dan belaian kasih mesra. Kusut-masai selama separoh harinya yang ia gunakan untuk membersihkan lantai, merapikan rumah dan memasak menu kegemaran kita, akan terurai hanya sekejab atas kesanggupan kita mendengarnya senua cerita ‘tidak pentingnya’ itu.
Tak butuh waktu lama wahai para suami, hanya lima menit saja yang perlu kita luangkan untuknya, tetapi dampaknya 24 jam untuk hari berikutnya. Begitulah seharusnya kita jaga harmonisasi ini.
Niatkan di hati kita untuk mendengar ceritanya saat di rumah. Jika kurang begitu penting, hindarilah singgah untuk membuang waktu yang sesungguhnya milik keluarga. Apalagi nongrong di cafe, makan dan minum dengan rekan kantor atau teman yang hanya akan menyebabkan perasaan isteri kita terluka.
Ingatlah, ia telah berusaha semaksimal mungkin menarik hatimu, namun ketika engkau sampai di rumah semuanya seolah kita tak perlu pelayannya. Apalagi ketika pulang, dirimu sudah dalam keadaan kenyang dan dia hanya melewatkan masa-masa indah makan bersama itu sendirian.
Tak ada salahnya bertanya hal-hal remeh padanya, “Ada berita baik apakah hari ini?” dan dengarkan apa yang ingin ia keluhkan. Yakinlah, sebulan saja kita amalkan, istri mu akan kembali bangkit energinya.
Tak lama, istri dan anakmu telah siap menyambut di depan pintu dengan senyumannya yang menggoda. Tentu saja yang beruntung bukan orang lain, tapi dirimu juga.
Sumber: http://kisahislami.com/wahai-suami-dengarlah-cerita-isterimu/
0 komentar:
Posting Komentar